Di bagian satu catatan ini, telah saya tuliskan hadis “kullu mauludin yuladu ‘alal fithrah” lengkap dengah arti masing2 kata yang ada di hadis tersebut…
Pada hadis tersebut terdapat keindahan yang sangat memikat. Terpancar jelas disitu pesona kenabian. Rasulullah Muhammad s.a.w. telah menjelaskan dengan baik, terarah, tertuang dengan rapi, sangat argumentatif dan ilmiah. Hadis ini seharsnya menjadi rujukan para filosuf dan sosiolog, terkait keingin tahuan mereka, apakah agama (islam) adalah fithrah pada diri manusia? Dan apakah kebaikan itu adalah potensi dasar manusia yang dibawa sejak dia lahir, ataukah justru kejahatan yang menjadi bekal asasinya? Dalam hal ini, Rasulullah s.a.w. telah memberikan kaedah dasar dalam pendidikan kepribadian (akhlaq). Menjadi acuan penerang yang jelas bagi para pendidik untuk mewujudkan kebahagiaan terhadap anak didiknya. Begitu juga bagi para peneliti dan pemikir yang ingin mendapatkan kebenaran, seyogyanya menjadikan hadis ini sebagai acuan.
Rasulullah s.a.w. telah mengarahkan kita semua, bahwa kebaikan itu adalah bawaan asli manusia. Sedangkan kejahatan, ia adalah sesuatu yang muncul kemudian. Itu karena manusia memang telah Allah ciptakan dengan fithrahnya yang bersih, murni, tanpa noda. Sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa manusia memang telah dipersiapkan untuk terlahir dengan hanya kebaikan. Akan tetapi, masyarakatlah yang merusaknya. Lingkunagan dimana anak tersebut hidup, ialah yang mencemari fithrahnya, merusak moral dan menjauhkannya dari agamanya. Dan anggota masyarakat yang paling dekat dengan anak, adalah kedua orang tuanya. Mereka berdualah penyebab utama rusak dan hancurnya moral sang anak. Mereka berdualah yang telah menjadikan agama anaknya tercerabut dari akar fithrahnya. Tapi sebaliknya, kedua orang tua yang baik, juga akan menjadi penyebab utama kebaikan anak. Mereka berdua akan menjadi penyebab utama anak bisa mempertahankan fithrah yang telah dibawanya sejak lahir.
Seorang anak, setelah ia dilahirkan, sebenarnya dia adalah pendatang baru yang baik di tengah masyarakatnya. Kalau seandainya anak tersebut diasingkan dari masyarakat dan dibiarkan tumbuh sendiri dengan fithrah yang telah dibawanya, pasti keimanan yang ada pada dirinya tak akan pernah hilang. Dan dia akan tumbuh menjadi orang shaleh dengan segala sifat baik yang melekat padanya. Akan tetapi, lingkungan yang rusak, yang telah menghancurkan kepribadian anak. Lingkungan itulah yang telah merusak pola pikir anak, sehingga dia berpaling dari hidayah menuju kesesatan, dari kebahagiaan menuju penderitaan, dan dari keimanan menuju kekafiran.
Kalau bukan karena pengaruh masyarakat yang rusak, orang tua yang sesat, niscaya manusia akan tetap dalam kebaikannya, benar aqidahnya, dan akan mudah menuju kehidupan yang ideal sesuai dengan fithrahnya.
Coba perhatikan tamtsil yang dibuat oleh Rasulullah Muhammad s.a.w, beliau telah memberikan tamtsil yang sangat menarik, ketika beliau mengumpamakan anak manusia dengan seekor kambing yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, bagus rupa dan bentuk tubuhnya. Akan tetapi manusialah yang telah merubah keindahan itu dengan memotong hidung dan telinganya. Manusia telah mempermainkannya, sehingga menjadi cacat, dan tidak jelas lagi bentuk tubuhnya.
Sodara2… Sudah jelas bukan, bahwasanya kalau kita mau jujur, apa yang telah Allah ciptakan semuanya telah sempurna!. Kalau terdapat kekurangan dalam suatu ciptaan, maka, tak lain dan tak bukan, itu adalah karena manusia.
Dalam hadis ini, terdapat gambaran yang pasti tentang hakekat potensi manusia. Bahwasanya manusia mempunyai energi besar untuk bisa bangkit dari keterpurukan jika suatu ketika terjatuh. Manusia mempunyai kemampuan dahsyat untuk melepaskan diri dari kejahatan, jika suatu saat ia terjebak di dalamnya. Dalam artian, manusia sebenarnya bisa dengan mudah untuk kembali bisa menemukan pengetahuannya yang cemerlang dan sinar kebenarannya yang benderang. Semua manusia yang terlahir sepanjang zaman, tetap lahir dalam keadaan fithran dengan bekal yang sempurna untuk menjadi orang baik. Sebagaimana firman Allah: Fithratallahi allati fathara annaasa ‘alaihaa laa tabdiila li khalqillahi, dzaalika addinu alqayyim walaakinna aktsarannaasi laa ya’lamuun = Fithrah Allah yang dengannya Dia ciptakan manusia. Tidak satu dzat pun yang bisa merubah fithrah itu. Itulah agama Allah yang lurus, akan tetapi sebagian besar manusia tidak mengetahui hal itu. (Ar-ruum: 30) Hadis ini juga bisa kita jadikan hujjah untuk menolak apa yang diyakini kaum komunis, bahwa manusia tercipta tanpa dibekali sama sekali potensi kebaikan maupun keburukan, sehingga kita bebas untuk membentuk dan mengarahkannya sesuai dengan yang kita inginkan. Karena mereka hanya menganggap manusia seperti benda tuli yang tidak bisa mendengar, atau seperti hewan bisu yang tidak bisa bicara. Tapi sama sekali tidak mengherankan kalau mereka mengingkari adanya fithrah. Lha wong Tuhan aja mereka ingkari keberadaannya. Sebagaimana firman Allah: Ulaa,ika ka al-an’aam bal hum adhal, ulaa,ika hum al-ghaafiluun = Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih sesat dari itu. Merekal itulah orang2 yang lalai. (Al-A’raaf: 179)
Leave a Reply